BataraguruNews–Istilah “Amicus Curiae” masih sangat jarang didengar oleh orang awam. Meskipun begitu, Amicus Curiae memiliki kedudukan tersendiri dalam peradilan.
Plt.Presiden Komite Pengacara dan Penasihat Hukum Muda Republik Indonesia (KPPHM RI) Ofi Sasmita Mengatakan Bahwa Amicus Curiae merupakan salah satu mekanisme pembuktian, namun tidak termasuk ke dalam alat bukti yang diatur oleh hukum pidana Indonesia. Praktiknya pun sudah banyak dilakukan untuk menyelesaikan berbagai perkara. Untuk memahami lebih dalam mengenai Amicus Curiae, kamu bisa menyimak artikel berikut.
lanjut Ofi Sasmita kedudukan Amicus Curiae dalam peradilan. Salah Satu Penerapan Amicus Curiae Yang Pernah Dilakukan Dalam Pemeriksaan Perkara di Pengadilan Negeri Tangerang (2022),
Ofi Menambahkan Bahwa Amicus Curiaea tau friends of court (sahabat peradilan), adalah masukan dari individu ataupun organisasi yang bukan bertindak sebagai pihak dalam perkara namun menaruh perhatian atau lebih berkepentingan terhadap suatu kasus. Seperti contoh, pada kasus sengketa pilpres, maka Amicus Curiae dapat berasal dari pengamat sosial politik ataupun akademisi.
Apabila yang menjadi Amicus Curiae terdiri dari satu orang atau lebih, maka penyebutannya adalah Amicus Curiae. Untuk pengajuannya disebut sebagai Amici(s) dan berkas yang diberikan secara tertulis disebut sebagai Amicus brief. Amicus Curiae biasa digunakan oleh hakim sebagai bahan untuk memeriksa, mempertimbangkan serta memutus perkara. Ungkapnya
Lebih Lanjut Adalah Konsep Amicus Curiae dalam Peradilan Praktik Amicus Curiae sudah biasa digunakan di negara yang menganut sistem common law bukan sistem civil law seperti Negara Indonesia. Meskipun begitu, praktik ini sudah banyak diterapkan di Indonesia.
Dalam sistem hukum Indonesia, konsep Amicus Curiae diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan bahwa “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
Kemudian diatur juga pada Pasal 14 ayat (4) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 yang menyatakan bahwa pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung, dan Pasal 180 KUHP ayat (1).
Berdasarkan aturan yang mendasari penggunaan Amicus Curiae di atas, maka konsep ini dapat diadopsi di beberapa bagian peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, walaupun tidak dijelaskan secara konkret. Pengakuan Amicus Curiae dapat dikategorikan sebagai pengajuan informal karena belum ada dasar hukum yang secara jelas mengemukakan Amicus Curiae. Tegas Ofi Sasmita Plt.Presiden Komite Pengacara dan Penasihat Hukum Muda Republik Indonesia (KPPHM RI)
Jika seseorang atau suatu organisasi mengajukan Amicus Curiae dalam persidangan dan mendapat persetujuan hakim, maka Amicus Curiae diperbolehkan menyampaikan pendapatnya namun tidak untuk melawan.
Amicus Curiae boleh non pengacara, seperti orang yang mempunyai pengetahuan mengenai suatu perkara dan keterangannya berharga bagi pengadilan. Tujuan dari Amicus Curiae dalam memberi keterangan adalah untuk membantu pemeriksaan, dan sebagai bentuk partisipasi. Keterangan yang diberikan harus berupa fakta, pendapat hukum, dan bersifat ilmiah.
Kedudukan Amicus Curiae dalam Peradilan
Di negara-negara yang sudah menerapkan Amicus Curiae atau pengadilan-pengadilan internasional yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusai (HAM) dalam putusannya selalu mempertimbangkan pengajuan Amicus Curiae.
Praktik Amicus Curiae biasa digunakan untuk kasus-kasus dalam proses banding dan isu-isu kepentingan umum, seperti masalah sosial atau kebebasan sipil yang kerap kali diperdebatkan di tengah-tengah masyarakat. Berikut beberapa kategori Amicus Curiae:
- 1.Mengajukan izin/permohonan untuk menjadi pihak yang berkepentingan dalam persidangan.
- Memberikan pendapat atas permintaan hakim, atau
- Memberikan informasi atau pendapat atas perkaranya sendiri.
Jika ditinjau dalam KUHAP, kedudukan Amicus Curiae tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti. Sebab Amicus Curiae adalah bukti baru yang tidak memiliki bentuk baku dan belum diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia
dikatakan Ofi Sasmita Plt.Presiden Komite Pengacara dan Penasihat Hukum Muda Republik Indonesia (KPPHM RI) Amicus Curiae juga tidak dapat dikatakan sebagai saksi atau saksi ahli, sebab Amicus Curiae merupakan hal yang masih baru dalam peradilan pidana, namun dalam praktiknya sudah diterapkan dalam beberapa kasus di peradilan Indonesia
Sumber: Humas DPN KPPHMRI
Editor:Redaksi